Jan 20, 2013

Tafsir Suroh Ali Imran ayat 26 - 27

(26) Katakanlah: Ya Tuhan yang memiliki segala kekuasaan.Engkau berikan
kekuasaan kepada barang siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut
kekuasaan dari barang siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau muliakan
barangsiapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan.
Sesungguhnya Engkau atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa.

(27) Engkau masukkan malam kepada siang dan Engkau masukkan siang kepada
malam, dan "Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan
yang mati dari yang hidup. Dan Engkau memberi rezeki siapa yang Engkau
kehendaki dengan tidak berkira.


Naiknya cahaya nubuwwat yang dibawa 0leh Nabi kita Muhammad saw telah
menimbulkan iri hati dalam kalangan Yahudi ( BaniIsrail ). Sebab selama ini
beratus-ratus tahun lamanya,
Nubuwwat dan Risalat hanya pada Bani Israil, tidak pada yang lain. Adapun
bangsa Arab di Hejaz sendiri selama ini tidak ada yang lebih dan tidak ada
yang kurang, Mereka duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan
kebanggaan kabilah masing-masing.

Di sebelah Utara ada raja-raja dari keturunan Bani Mundzir yang dipandang
sebagai 0rang yang berbangsa, padahal kekuasaan mereka memerintah adalah di
bawah naungan kerajaan Persia dan yang lain di bawah perlindungan kerajaan
Romawi.

Sekarang timbul saja satu kekuasaan baru di Tanah Arab. Nabi Muhammad saw
diutus Tuhan menjadi Rasul. Pokoknya ialah mengajarkan kepercayaan kepada
Tuhan, tetapi hasilnya ialah sesuatu kekuasaan, suatu pemerintahan yang
mempunyai wibawa dan kemegahan, membuat perjanjian perang atau damai,
rnenghukum yang bersalah, sampai juga berhak mcnghukum bunuh. Ini sudah
menjadi kenyataan.

Tetapi ada di antara Bani Israil itu yang tidak mau mengakui kenyataan.
Demikian pula 0rang-0rang Arab yang memandang diri mereka bangsawan. Apatah
lagi dua kerajaan besar yang berkuasa pada ketika itu, yaitu Kerajaan Romawi
Timur dan Kerajaan Persia.

Nabi kita s.a.w berjuang bukanlah untuk mencapai suatu kekuasaan, atau untuk
mencapai jabatan tertinggi sebagai kepala negara. Sekali-kali dia tidak
mengingat itu. Yang ditujunya ialah kebesaran agama, tegaknya syiar Allah
dan keluar manusia dari gelap-gulita syirik kepada terang-benderang iman.
Tetapi meskipun beliau tidak menuju kekuasaan, namun kekuasaanpun tercapai.
Akhirnya kekuasaan bukanlah tujuan, tetapi menjadi alat buat melancarkan
agama. Demikianlah telah ditakdirkan 0leh Allah. Kalau kita ukur secara
sekarang; beliau datang membawa satu ideologi, yaitu Islam. Kemudian dengan
sendirinya terbentuk satu kekuasaan, di Madinah. Bukan beliau terlebih
dahulu mengejar suatu kekuasaan, lalu kemudian disusun ideologinya.

Tentu saja kekuasaan yang baru tumbuh ini tidak disenangi 0leh
musuh-musuhnya. Bani Israil merasa di kalangan mereka sajalah ada Nabi, di
kalangan lain tidak ada. Kalau ada hanya Nabi palsu. Kaisar Persia pernah
memerintahkan 0rang pergi menangkap Muhammad yang dipandangnya mengacau di
Tanah Arab itu, hidup atau mati! .

Dalam suasana demikian Tuhan menyuruh ucapkan doa ini:

قُلِ اللَّهُمَّ مالِكَ الْمُلْكِ

"Katakanlah : Ya Tuhan yang memiliki segala kekuasaan." (pangkal ayat 26).

Seluruh kekuasaan di langit dan di bumi, atau segala makhluk yang hidup atau
yang beku, atas laut dan darat, gunung dan lembah, atas alam semesta.

تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشاءُ وَ تَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشاءُ

"Engkau berikan kekuasaan kepada barangsiapa yang Engkau kehendaki dan
Engkau cabut kekuasaan dari barang siapa yang Engkau kehendaki"

Walaupun bagaimana besar kekuasaan seorang raja diberi 0leh Allah, mudah
saja bagiNya mencabut. Berapa kita lihat raja-raja, sultan-sultan, yang
dahulu nenek-moyangnya berkuasa

besar, sampai pada anak atau cucu; habis kekuasaan tinggallah gelar, habis
tanah tinggallah istana. Berapa pula kita lihat orang yang tadinya bukan
asal raja, naik memimpin bangsanya, mencapai puncak kekuasaan tertinggi,
padahal dianya hanya bekas budak saja dari raja yang berkuasa tadi.

Sebab seluruh manusia itu hanyalah dari satu keturunan, sama darahnya dan
sama dagingnya,

sama asal dari tanah kemudian menjadi mani , kemudian terbentuk jadi Orang,
kemudian kembali jadi tanah lagi. Tidak ada darah bangsawan di dunia ini
yang keturunannya bukan dari Adam, atau bukan dari asal-usul manusia.
Timbulnya kekuasaan hanyalah pinjaman sementara dari Allah.

وَ تُعِزُّ مَنْ تَشاءُ وَ تُذِلُّ مَنْ تَشاءُ

"Dan Engkau muliakan barangsiapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan
barangsiapa yang Engkau kehendaki. "

Kemuliaan bisa dianugerahkan Tuhan walaupun kepada orang yang tidak
berpangkat tinggi, dan kehinaan bisa pula dijatuhkan Tuhan, walaupun kepada
orang yang disebut berpangkat. Sebab pangkat dan kemuliaan yang diberikan
Allah lain coraknya daipada istilah ­istilah yang diperbuat manusia. Izzah
artinya kemuliaan dan dzilah artinya kehinaan.Izzah bisa juga diartikan
gengsi, prestise atau wibawa. Sinarnya tidak akan dapat ditutup walaupun
oleh kemiskinan! Dzillah bisa juga diartikan jiwa rendah, yang tidak dapat
disembunyikan walaupun disalut dengan emas.

بِيَدِكَ الْخَيْرُ

"Di Tangan Engkau segala kebaikan."

Yaitu Engkaulah sumber telaga dari segala yang baik di alam ini,
dipancarkanNya kepada sekalian makhlukNya, sehingga semuanya mendapat
menurut kadar bahagian masing-masing.

إِنَّكَ عَلى‏ كُلِّ شَيْ‏ءٍ قَديرٌ

"Sesungguhnya Engkau atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa." (ujung ayat
26).

Maka di dalam rangka kekuasaan Allah, dicabutlah nikmat kekuasaan itu dari
Bani Israil. Maka kuasalah Tuhan menimbulkan suatu kekuasaan baru yang
menimbulkan Dunia Baru, yang membuat air bah revolusi dalam alam fikiran
manusia, yaitu kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. yang mulia , timbul dari
suatu daerah tandus dan gersang di padang pasir, di lembah yang tidak ada
tumbuh-tumbuhan. Seorang pujangga Inggris yang terkenal, Thomas Carlyle,
pernah mengatakan bahwa berkat ajaran Muhammad s.a.w. maka padang pasir yang
kering itu telah berobah menjadi mesiu yang membakar susunan masyarakat
lama; ke Barat telah sampai ke Cordova dan ke Timur telah sampai ke Delhi.
Dia telah mendirikan pusat-pusat kebudayaan dan peradaban di Damascus,
Baghdad, Cairo, Samarkand, Delhi dan menjalar sampai ke pulau-pulau daerah
khatulistiwa kita ini.

Di dalam menafsirkan al-mulku yang berarti kekuasaan itu, Ibnu Abbas telah
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-mulku (kekuasaan) itu ialah
an-Nubuwwah , yaitu kenabian.

Penafsiran ini dapatlah kita renungkan. Sebab al-mulku yang timbul dalam
an-nubuwwah jauhlah lebih kekal daripada al­mulku yang didapat di dalam
gejala perebutan politik dan kekuasaan, seorang raja naik seorang raja jatuh
dan scorang merampas kekuasaan. Satu dinasti timbul dan satu dinasti
tenggelam.Di dalam surat 4 (an-Nisa', ayat 54) disebutkan bahwa Tuhan Allah
menganugerahkan kepada keluarga Ibrahim, kitab dan hikmat. Setelah itu
Tuhanpun menganugerahkan mulkan aziman, kekuasaan yang besar.

Cobalah perhatikan sejarah keturunan Ibrahim, baik Bani Ismail maupun Bani
Israil. Yang langsung menjadi penguasa besar (Menteri Urusan dalam bidang
keuangan) hanyalah Yusuf di negeri Mesir. Yang langsung menjadi raja yang
menduduki takhta hanya Daud dan Sulaiman. Tetapi yang langsung menguasai
jiwa manusia hanyalah Nabi-nabi itu.

Musa dan Harun menentang kekuasaan Fir'aun, dengan kekuasaan wibawa jiwa,
mereka memimpin Bani Israil. Nubuwwat adalah kekuasaan jiwa yang tiada
teratasi. Nabi Daniel dalam tawanan Nebukadnezar. Karena kekuasaan jiwanya
telah menimbulkan takut pada raja besar itu. Nabi Isa Almasih mengatakan
bahwa kerajaan beliau adalah di Syurga bukan di Dunia.

Maksudnya ialah bahwa kekuasaan Nubuwwat itu adalah atas jiwa. Kekuasaan
besar inilah yang diberikan Allah kepada para Rasul dan para Nabi, sehingga
walaupun nabi-nabi tidak ada lagi, namun kekuasaan mereka masih hidup
terus-menerus.

Berapa banyak kerajaan yang berkuasa di dalam dunia ini, mereka tidak merasa
kuat berdiri kalau mereka tidak menyatakan menyandarkan kekuasaan itu kepada
sejarah nabi-nabi.

Berapa banyak raja-raja Kristen mencantumkan pada rangkaian gelar mereka
bahwa mereka adalah "pembela agama Kristen".

Dan beberapa sultan khalifah Islam, baru merasa kekuasaan mereka jadi kokoh
kalau nama mereka turut didoakan di dalam khotbah Jum'at. Raja-raja Turki
Usmani dengan penuh khidmat memakai gelar "Khadam dari kedua Tanah Suci"
(Makkah dan Madinah).

Kekuasaan Nubuwwat adalah kekuasaan atas rohani. Sedang kekuasaan duniawi
adalah pada lahir. Seorang pencuri baru dapat dibawa ke muka hakim jika
cukup bukti-bukti pencuriannya. Oleh sebab itu seorang pencuri dengan cara
yang cerdik sekali mencoba merahasiakan perbuatannya dan menghilangkan
bukti-bukti, sehingga tidak dapat jaksa menuntut. Tetapi kekuasaan nubuwwat
menimbulkan rasa takut pada manusia akan berbuat jahat, sebab ada hukum yang
akan diterimanya dari Tuhan, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi-nabi.

Maka dari sebab membaca ayat yang tengah kita tafsirkan ini, kita mendapat
dua kesan. Al-Mulku atau kekuasaan baik secara kerajaan dunia ataupun
kerajaan nubuwwat diberikan oleh Allah kepada barangsiapa yang
dikehendakiNya. Kekuasaan duniawi bisa diberikan dan bisa dicabut. Tetapi
kekuasaan nubuwwat yang diberikan kepada Anbiya dan Mursalin, tidak pernah
dicabut. Bahkan setelah mereka mati, kekuasaan rohani yang mereka tinggalkan
tetap berjalan.

Dan Tuhan bisa memuliakan seseorang, walaupun dia bukan raja atau kepala
negara. Seorang ulama besar di Mesir beberapa abad yang telah lalu, bernama
Al `Izzu bin 'Abdis-Salam sampai digelari orang Sulthanul-`Ulama karena
kemuliaan dan kebesaran jiwanya. Kalau dia berjalan di jalan raya, Raja
Mesirlah yang dipaksa oleh sesuatu kekuatan ghaib turun dari kudanya apabila
bertemu beliau di tengah jalan; bukan beliau yang menyembah memberi hormat
kepada raja itu.

Kekuatan iman menimbulkan nur (cahaya) pada mata, sehingga bisa menembus ke
dalam jantung seseorang yang ditentangnya, walaupun yang ditentangnya itu
seorang raja, dan menimbulkan quwwah, yaitu kekuatan luar biasa yang timbul
dari dalam.

Sahabatku Mohammad Nasir, pernah menceritakan kepadaku, bagaimana ayah saya
dan guru saya Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah bersikap seketika pertemuan di
Hotel Homan di Bandung di dalam rangka satu pertemuan yang diadakan oleh
tentara pendudukan Jepang. Seketika semua telah memberi hormat (Sei Kere)
mengarah Istana Kaisar Jepang di Tokyo dengan sikap ruku', behau sendiri
tetap duduk. Ini adalah kekuatan batin, bukan kekuatan badan; karena beliau
di waktu itu kurus kering ditimpa penyakit asma.

Dan iman itu menimbulkan roh atau semangat yang menyebabkan jiwa itu sendiri
hidup. Sebab badan dihidupi jiwa, sedang jiwa dihidupi oleh iman. Oleh sebab
itu, maka ulama ­ulama yang memegang waratsah (pusaka) dari nabi-nabi adalah
mempunyai kemuliaan jiwa, yang raja-raja sendiri bila berhadapan dengan dia
adalah laksana khadamnya.

Kalau Imam Malik masuk ke dalam majlis Khalifah ­khalifah Bani Abbas, semua
yang hadir terpaksa berdiri, sebab yang berdiri terlebih dahulu adalah
Khalifah sendiri. Khalifah merasa dirinya hina dan kotor, munafik di hadapan
ulama-ulama yang jujur dan bersedia mati untuk menegakkan kebenaran Tuhan
itu. Itulah sebabnya maka raja-raja dan penguasa kerap kali mempergunakan
jabatan tinggi, gaji besar, kehormatan, uang bertumpuk-tumpuk untuk membeli
kemuliaan ulama itu. Itu sebabnya maka Al-Mu'tashin yang gagah perkasa, yang
telah menangkap Imam Hanbali dan membenamkannya dalam penjara selama 30
bulan, akhirnya kalah oleh semangat Imam Hanbali yang tidak mau merubah
pendiriannya, walaupun dipaksa dengan berbagai ancaman dan penghinaan.

Adapun ulama-ulama yang lemah jiwanya, yang hanya otaknya yang penuh dengan
ilmu-ilmu agama, inilah yang kerapkali terjual dan tergadai ke dalam istana
raja-raja dan penguasa­penguasa tertinggi. Kalau ada ulama semacam ini
penguasa itu merasa legalah berbuat maksiat dalam negara, menindas rakyat,
menghisap darah dan mengganggu rumah tangga orang.

Sebab ulama yang akan menegurnya yang cukup mempunyai `izzah (pribadi) tidak
ada lagi. Mulut ulama yang telah mendekati istana itu sudah tidak bisa
bicara lagi, sebab telah disumbat dengan emas. Na 'udzu blllahl min dzalik.

تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهارِ وَ تُولِجُ النَّهارَ فِي اللَّيْلِ

"Engkau masukkan malam kepada siang dan Engkau masukkan siang kepada malam."
(pangkal ayat 27).

Artinya Engkau gilirkan peredaran musim, sehari semalam 24 jam; 12 jam
mestinya untuk siang dan 12 jam untuk malam, tetapi bilangan siang atau
sebaliknya, sehingga termasuklah atau tersarunglah sebahagian dari hitungan
waktu bilangan malam telah termasuk ke siang hari, atau jam bilangan siang
termasuk ke dalam malam hari. Kita renungkan edaran siang dan malam ini,
yang di dalam edaran itu terjadilah segala peristiwa, sehingga kita dapat
mengambil kesan bahwa turun naiknya suatu bangsa, naik atau turunnya bintang
seseorang manusia tali-temali dengan edaran zaman ini, sehingga dari
sebabnya kita dapat menghitung perjalanan sejarah.

Sejarah bangsa naik dan bangsa jatuh. Sejarah kekuasaan manusia yang
bergeler, dahulu budak jajahan sekarang ummat merdeka. Dahulu dipertuan,
sekarang menjadi yang terusir.

Kita saja yang kadang-kadang payah menghitung sebelum tahu, tetapi kemudian
kita mengakui kebenarannya setelah melihat kenyataan.

وَ تُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ تُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ

"dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang
mati dari yang hidup."

Dilihat ke segala yang kecil, tampaklah dari telur yang belum bernyawa
timbul seekor anak ayam dan hidup, dan dari ayam yang hidup keluar telur
yang belum bernyawa. Dari yang kecil dapat kita lihat bangkai anjing di
pinggir jalan, beberapa hari terletak lalu timbul ulat yang kecil-kecil
beribu-ribu banyaknya, kemudian menjadi langau dan lalat. Maka keajaiban
pada mati dan hidup, hidup dan mati pada makhluk yang kecil, sama dengan
keajaiban yang didapat pada alam yang besar. Diukur pada bangsa-bangsa pun
demikian pula. Allah mengeluarkan yang hidup dari yang mati. Allah
menanamkan ajaran Islam yang hidup dari negeri Mekah yang laksana mati
karena jahiliyahnya.

Berkali-kali pula Allah memperlihatkan kuasa, dari orang yang bodoh lahir
seorang anak yang pintar, atau dari seorang ayah yang pintar, lahir seorang
anak yang bodoh. Dari seorang ayah yang thalih timbul anak yang shalih, dan
dari ayah yang shalih ada anak yang thalih.

وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشاءُ بِغَيْرِ حِسابٍ

"dan Engkau memberi rezeki siapa yang Engkau kehendaki dengan tidak
berkira." (ujung ayat 27).

Tidakkah pula berkira-kira kalau dia melimpahkan rezeki kepada makhlukNya.
Siapa yang akan mengira dan menghitung, padahal rezeki itu Dia punya, dan
yang Dia beri itu Dia pula yang punya ? dan berapa pun banyaknya Dia memberi
tidaklah Dia akan rugi, sebagai yang tersebut di dalam Hadits Qudsi:

"Kalau sekiranya orang-orang yang dahulu di antara kamu dan orang-orang yang
terkemudian, baik jin ataupun manusia, semuanya memohon kepada Allah dan
semuanya diberi, tidaklah akan rusak dan kurang kepunyaan Allah, hanyalah
laksana memasukkan sebuah jarum ke dalam lautan saja." Jarum Dia yang punya
dan lautpun Dia yang punya .

Apabila Allah menyuruh RasulNya membaca ayat ini sebagai doa, dan kemudian
dia baca pula sebagai doa, terlepaslah kita dari suasana terombang-ambing
melihat perubahan perubahan keadaan dan suasana di dalam alam ini.

Dan tertujulah rasa Tauhid, yaitu menghimpunkan kekuasaan dan kemuliaan
kepada yang Satu. Maka bersyukurlah kepada Allah ketika diberiNya kurnia dan
bersabarlah atas percobaanNya seketika Dia cabut. Tetapi apabila iman ada
dalam hati, perobahan keadaan tidaklah akan merubah . Sebab semua kita dari
Allah dan akan kembali kepada Allah.


Dikutip dari, http://bit.ly/13U9RZd

0 comments :

Post a Comment